Post by Mr Kurnia on Nov 14, 2005 10:40:21 GMT -1
Kasyf al-Khuththath
Dalam Perubahan Masyarakat
Oleh: MR Kurnia
Pengertian
Secara bahasa, kasyf berarti membuka, atau membongkar. Sedangkan al-khuththath merupakan bentuk jamak dari khiththah yang berarti rancangan, rencana, program, strategi. Di sini, kasyful khuththath yang dimaksud adalah upaya untuk menunjukkan, membuka, dan membongkar hakikat rancangan, rencana, strategi dan kebijakan penguasa atau pihak asing kepada masyarakat sehingga mereka memahami hakikat sebenarnya dari rancangan, rencana, strategi dan kebijakan tersebut.
Dalam proses perubahan sosial, setidaknya ada empat hal yang mutlak diperhatikan, yaitu: kondisi yang hendak dirubah; pihak yang mempertahankan status quo; kondisi pengganti; dan pihak yang melakukan perubahan. Pihak yang umumnya mempertahankan status quo adalah pihak penguasa dan negara asing yang berkepentingan dengan penguasa yang mempertahankan kondisi yang ada; baik untuk kepentingan ekonomi, politik, maupun kepentingan lainnya.
Pada saat ini ada orang-orang yang hendak mengubah kezaliman akibat penerapan ideologi Kapitalisme yang berintikan sekularisme diganti dengan Islam. Terjadilah pertarungan antara penguasa dan negara asing yang tetap hendak mencengkeramkan Kapitalisme dengan masyarakat yang menghimpun diri dalam organisasi atau partai politik Islam yang akan menyelamatkan manusia dengan Islam.
Realitas menunjukkan bahwa masyarakat akan mengikuti perubahan yang akan memberikan kemaslahatan hakiki bagi mereka. Apalagi kemaslahatan tersebut dibangun di atas akidah Islam yang diimaninya. Namun, tentu saja, pihak yang tidak setuju dengan Islam tidak akan rela hal ini terjadi. Untuk menghambat perubahan tersebut ditempuhlah langkah-langkah oleh penguasa dan negara asing dengan menyembunyikan tujuan sebenarnya.
Upaya mengungkap apa yang sebenarnya terjadi di balik rencana, program, strategi, dan langkah-langkah penguasa atau negara asing yang berkonspirasi dengan penguasa terhadap umat itulah yang disebut kasyf al-khuththath.
Kasyf al-Khuththath Era Nabi Saw. di Makkah
Ketika masih di Makkah, Allah Swt. sering membongkar apa yang ada pada diri kaum Quraisy. Misalnya, ada di antara mereka yang mendengarkan al-Quran, tetapi mereka tidak memahami ayat tersebut. Bahkan, Allah Swt. membongkar apa yang mereka lakukan ketika Dia menunjukkan salah satu mukjizat Nabi saw. berupa terbelahnya bulan, mereka hanya mengatakan, “Itu adalah sihir.” (Lihat Tafsir al-Qurthubi).
Ketika melihat ayat-ayat, petunjuk, dan penjelasan mereka pun tetap tidak mau beriman. Bahkan mereka menyatakan bahwa al-Quran itu hanyalah dongengan orang-orang terdahulu belaka. Semua itu mereka lakukan untuk menghalang-halangi manusia dari mengikuti Muhammad saw. Hal ini diabadikan di dalam QS al-An‘am [6]: 25-26.
Rasulullah saw. lalu membacakan ayat-ayat tersebut kepada para sahabat dan anggota masyarakat lainnya sehingga mereka tahu apa sebenarnya yang dikehendaki oleh kaum kafir Quraisy tersebut.
Seperti diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, Nabi saw. pernah mengumpulkan masyarakat Makkah di bukit Shafa. Beliau menyatakan bahwa dia adalah Rasulullah. Abu Lahab, salah seorang pembesar ketika itu, marah-marah, seraya berkata, “Untuk urusan beginikah kami dikumpulkan?”
Abu Lahab memandang remeh urusan kerasulan. Dia pun menentang apa yang dibawa oleh Nabi saw. Allah Swt. saat itu membongkar bahwa perbuatan dan aktivitas Abu Lahab adalah rugi, nihil, dan sesat. Begitu dinyatakan Allah Swt. di dalam QS al-Lahab ayat 1-5.
Begitu juga ketika di Rasil saw. Makkah, Allah Swt. memberikan rahmat kepada kaum kafir Makkah berupa hujan setelah kekeringan dan kelapangan setelah kesulitan. Namun, mereka membuat tipudaya kepada Allah dan Rasul-Nya dengan cara memperolok-olok dan mendustakannya. Lalu Allah Swt. membongkar tipudaya itu dengan menurunkan firman-Nya:
Apabila Kami menurunkan kepada manusia suatu rahmat, sesudah (datangnya) bahaya menimpa mereka, tiba-tiba mereka mempunyai tipudaya dalam (menentang) tanda-tanda kekuasaan Kami. (QS Yunus [10]: 21).
Ayat tersebut membongkar rencana kaum kafir Makkah untuk memperolok-olok Islam yang dibawa oleh Rasulullah saw. Imam al-Qurthubi di dalam tafsirnya menyebutkan bahwa ayat itu berkaitan dengan Abu Sufyan ketika Rasulullah masih di Makkah. Abu Sufyan berkata kepada beliau, “Jika engkau memberi minum kami, niscaya kami membenarkan engkau.”
Mereka pun minum, tetapi mereka tetap mendustakan Nabi saw. Inilah makar mereka kepada Rasul. Rasulullah saw. pun menyampaikan ayat ini kepada para sahabat hingga tipudaya mereka diketahui para sahabat.
Ayat lain yang menunjukkan adanya kasyf al-khuththath di Makkah adalah firman Allah Swt. berikut:
Seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi musuh dari orang-orang yang berdosa. Cukuplah Tuhanmu sebagai Pemberi petunjuk dan Penolong. (QS an-Nahl [16]: 31).
Dalam ayat tersebut Allah Swt. menjelaskan kepada Nabi saw. bahwa sebagaimana Dia menjadikan kaum musyrik (Abu Jahal dll.) sebagai musuh, begitu pula Dia telah menjadikan bagi setiap nabi ada musuh dari kalangan musyrik kaumnya. Karenanya, bersabarlah engkau sebagaimana mereka bersabar. (Lihat: Tafsir al-Qurthubi).
Jadi, ayat di atas membongkar sikap kaum musyrik terhadap Nabi Muhammad. Ibnu Katsir saat menjelaskan kalimat, “Cukuplah Tuhanmu sebagai Pemberi petunjuk dan Penolong,” beliau menyatakan bahwa hal ini karena kaum musyrik menghalang-halangi manusia mengikuti al-Quran agar tidak ada seorang pun yang tertunjuki oleh al-Quran. Mereka pun mencari cara untuk mengalahkan metode al-Quran. Allah pun menjamin mengalahkan mereka seperti disebut dalam ayat 32 dan 33 berikutnya. Dengan dibukakannya hakikat ini, maka Nabi saw dan para sahabatnya memahami realitas sikap kaum kafir Quraisy.
Demikianlah, secara syar‘i, kasyf al-khuththath dicontohkan Nabi saw. Realitas pun menunjukkan betapa urgen aktivitas tersebut.
Urgensi Kasyf al-Khuththath
As-Sulthân li al-ummah, kekuasaan ada di tangan rakyat. Kalau rakyat setuju dengan perubahan melalui penerapan Islam maka akan terjadi perubahan dengan tegakknya syariat Islam. Sebaliknya, jika rakyat tidak setuju maka tegaknya Islam di tengah masyarakat tidak akan terjadi. Di sinilah pentingnya penyadaran masyarakat untuk memberikan keberpihakannya secara benar, yaitu keberpihakan pada upaya penegakkan Islam.
Kesadaran demikian hanya akan muncul apabila rakyat memahami realitas secara benar sesuai dengan kenyataannya. Apakah langkah-langkah yang dilakukan penguasa memang benar untuk membela mereka ataukah justru menzaliminya? Apakah kebijakan yang dinyatakan untuk kepentingan rakyat benar-benar untuk rakyat ataukah untuk kepentingan segelintir konglomerat, pejabat, bahkan pihak asing? Apakah isi peraturan dan perundangan ditujukan untuk mensejahterakan rakyat ataukah justru dengan peraturan dan perundangan tersebut rakyat lemah menjadi semakin tak berdaya? Apakah peran negara asing di negeri Muslim memang untuk memajukan umat Islam ataukah untuk menjajahnya?
Sayang, tidak semua hakikat dapat dilihat secara mudah oleh setiap orang. Banyak sekali ucapan, kebijakan, dan tindakan penguasa atau pihak asing yang bersifat diplomatis; tidak menegaskan apa yang sebenarnya dikehendaki. Akibatnya, jika dipahami secara parsial dan apa adanya, hakikat yang sebenarnya tidak dapat diketahui. Sebab, jika tidak demikian, dalam pandangan mereka, bukanlah politik. Bahkan, dalam dunia Kapitalisme, sering ucapan dan tindakan politisi penuh kedustaan, karena dalam keyakinannya, ia boleh menghalalkan segala cara asalkan tujuan tercapai.
Hal ini diperparah lagi saat masyarakat disibukkan oleh kemiskinan hingga masing-masing sibuk dengan urusan pribadi. Kesempatan untuk menelaah kejadian-kejadian tersebut nyaris tidak ada. Karenanya, perlu ada pihak yang secara jeli menelaah hal-hal tersebut. Lalu, hasilnya disajikan dan disebarkan kepada masyarakat sehingga mereka tahu dan semakin tinggi kepekaan dan taraf berpikirnya terhadap berbagai sikap dan tindakan penguasanya.
Di sinilah urgensinya partai politik Islam melakukan kasyf al-khuththath. Jika hal ini dilakukan maka masyarakat akan mengetahui siapa sebenarnya yang bertujuan untuk menjaga akidahnya, membelanya, mendatangkan maslahat baginya, serta mengajaknya pada keselamatan dunia dan akhirat. Apakah negara asing tersebut ataukah partai Islam yang membela mereka? Masyarakat pun memahami, apakah pihak asing berpihak kepadanya ataukah justru menjajahnya; apakah penguasa selama ini membela dan berjuang untuk mereka, ataukah menzaliminya dan bersekongkol dengan negara kafir imperialis? Tanpa kasyf al-khuththath, umat akan susah melihat siapa pembela umat dan siapa pengkhianat mereka. Sebaliknya, kontinuitas aktivitas kasyf al-khuththath ini niscaya akan:
(1) melahirkan tingginya taraf berpikir umat dalam menyikapi berbagai kebijakan dan tindakan penguasa maupun negara asing terhadap mereka;
(2) keberpihakan dan ke-tsiqah-an umat akan diberikan kepada organisasi/partai yang dipahaminya benar-benar selalu membela dan berpihak kepada umat, serta membongkar persekongkolan pihak yang menzaliminya.
Ketika umat sudah berpihak pada Islam dan pengembannya—tidak tertipu oleh sikap, kebijakan, strategi, atau tindakan penguasa dan negara asing—niscaya mereka akan meninggalkan sistem Kapitalisme dan para penyokongnya seraya menuntut penerapan Islam di tengah-tengah mereka. Saat itulah perubahan atas dasar Islam terjadi!
Ringkasnya, target kasyf al-khuththath adalah:
(1) Bagi umat: menyadari bahwa negara-negara kafir senantiasa memiliki kepentingan terhadap umat Islam sehingga segala manuver mereka harus diwaspadai; melepaskan kepercayaan terhadap penguasa yang menjadi agen negara-negara kafir;
(2) Bagi penguasa: selalu mewapadai manuver politik negara-negara kafir; segera melepaskan diri dari pengaruh negara-negara kafir;
(3) Bagi organisasi/partai Islam: selalu menjadi mata umat (‘uyûn al-ummah) yang terus menunjukkan adanya bahaya tersembunyi yang diskenariokan oleh negara kafir imperialis dan kaki tangannya; menjadi pejuang sejati dalam membela kepentingan rakyat atas dasar Islam.
Bentuk Kasyf al-Khuththath Saat Ini
Salah satu aktivitas dakwah saat ini adalah kasyf al-khuththath. Langkah-langkah yang ditempuh adalah:
(1) mengamati rancangan, rencana, dan kebijakan penguasa;
(2) mengamati realitas-realitas lainnya untuk mengetahui apakah rancangan, rencana, dan kebijakan tersebut benar-benar ditujukan untuk kemaslahatan rakyat ataukah untuk yang lainnya seperti untuk kepentingan dirinya, konglomerat, bahkan asing; apakah di balik itu ada ’skenario hitam’ untuk menghancurkan Islam dan umatnya;
(3) mengamati adakah persekongkolan penguasa dengan negara besar untuk melempangkan mereka menguasai umat Islam dan negerinya;
(4) Jika terdapat rancangan, rencana, atau kebijakan yang di baliknya terdapat upaya penzaliman kaum Muslim, membahayakan mereka, atau lebih mencengkeramkan penjajahan negara kafir imperialis atas kaum Muslim, maka jelaskan bagaimana duduk perkara tersebut sebenarnya;
(5) Menjelaskan bagaimana hukum Islam menyangkut hal tersebut;
(6) Menyebarkan hasilnya kepada seluruh komponen masyarakat hingga kaum Muslim memahami bahwa di balik rancangan, rencana, dan kebijakan tersebut terdapat ’skenario hitam’ yang membahayakan Islam dan umatnya.
Misalnya, isu terorisme. Dalam isu ini terdapat upaya untuk memojokkan Islam dan umatnya, apalagi kaum Muslim yang memperjuangkannya. Semua orang sepakat bahwa teror—dalam arti tindak kekerasan terhadap manusia—adalah dilarang. Akan tetapi, persoalannya, isu terorisme yang dikembangkan sekarang bukanlah terorisme dalam arti itu. Terorisme yang sekarang dikembangkan adalah setiap sikap yang tidak setuju dengan penjajahan AS dan sekutunya seperti dalam ucapan George W. Bush, “Either you are with America or you are with terrorists.”
Wakil Menhan AS urusan intelijen, Letjen William Boykin, juga pernah mengatakan, “The U.S. battle with Islamic terrorists as a clash with the devil (Perang melawan teroris Islam sama dengan perang melawan setan).” (VOA, 22/10/2003).
Realitas pun menunjukkan, setiap terjadi tindak kekerasan mestilah dituduhkan pada kaum Muslim; termasuk pejuang Palestina disebut oleh pejabat AS Condolliza sebagai teroris. Karenanya, isu teroris merupakan alat politik AS untuk membungkam siapa pun dari kaum Muslim yang hendak menerapkan Islam.
Contoh lain adalah UU Penambangan di Hutan Lindung. Mayoritas Hutan Lindung di Indonesia itu kaya akan emas. Kebanyakan kawasan itu dikuasai oleh asing. Sebelumnya emas di kawasan tersebut tidak dapat ditambang karena ada UU yang melarang hal tersebut. Akan tetapi, setelah keluarnya UU yang membolehkan penambangan di Hutan Lindung, itu berarti emas rakyat Indonesia diberikan kepada pihak swasta dalam negeri maupun asing.
Demikian pula ketika kita menyampaikan apa tujuan sebenarnya pasukan asing yang ada di Aceh dengan mengatasnamakan bantuan kemanusiaan atau utang luar negeri untuk rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh; pembangunan kembali Aceh diserahkan kepada para ‘donatur’ hingga subkontraktor; uang kembali pada negara asing tersebut, rakyat Indonesia tinggal memikul utang dengan bunganya.
Contoh lain adalah ketika kita berbicara tentang upaya pemerintah melakukan privatisasi sektor publik, termasuk minyak dan gas bumi. Diopinikan bahwa Pertamina rugi terus, kemudian harga BBM dinaikkan, dan pada saat yang sama pemerintah menarik investor asing. Jika demikian, bukankah menaikkan harga BBM sebenarnya dalam rangka menarik masuknya investor asing hingga harga-harga naik yang karenanya keuntungan ada di depan mata investor?
Begitu juga halnya dengan kenaikan listrik dan telepon. Setelah semua harga mencapai ‘standar’, berikutnya diprivatisasi kepada pihak swasta baik lokal maupun asing. Jika demikian, benarkah semua itu untuk kepentingan rakyat ataukah justru ada ‘skenario’ hitam di dalamnya yang menguntungkan persekongkolan pengusaha dengan penguasa, dalam negeri dan luar negeri?
Saat kita menjelaskan kepada umat hakikat semua perkara di atas maka berarti kita sedang melakukan kasyf al-khuththath.
Berdasarkan bahasan di atas, tampak bahwa kasyf al-khuththath amat penting dilakukan dalam proses perubahan masyarakat atas dasar Islam. Tanpa kasyf al-khuththath umat tidak akan dapat membedakan dengan jelas siapa pembela umat dan siapa pengkhianatnya.
.[shadow=red,left,300] Wallâhu a‘lam bi ash-shawâb[/shadow]
Dalam Perubahan Masyarakat
Oleh: MR Kurnia
Pengertian
Secara bahasa, kasyf berarti membuka, atau membongkar. Sedangkan al-khuththath merupakan bentuk jamak dari khiththah yang berarti rancangan, rencana, program, strategi. Di sini, kasyful khuththath yang dimaksud adalah upaya untuk menunjukkan, membuka, dan membongkar hakikat rancangan, rencana, strategi dan kebijakan penguasa atau pihak asing kepada masyarakat sehingga mereka memahami hakikat sebenarnya dari rancangan, rencana, strategi dan kebijakan tersebut.
Dalam proses perubahan sosial, setidaknya ada empat hal yang mutlak diperhatikan, yaitu: kondisi yang hendak dirubah; pihak yang mempertahankan status quo; kondisi pengganti; dan pihak yang melakukan perubahan. Pihak yang umumnya mempertahankan status quo adalah pihak penguasa dan negara asing yang berkepentingan dengan penguasa yang mempertahankan kondisi yang ada; baik untuk kepentingan ekonomi, politik, maupun kepentingan lainnya.
Pada saat ini ada orang-orang yang hendak mengubah kezaliman akibat penerapan ideologi Kapitalisme yang berintikan sekularisme diganti dengan Islam. Terjadilah pertarungan antara penguasa dan negara asing yang tetap hendak mencengkeramkan Kapitalisme dengan masyarakat yang menghimpun diri dalam organisasi atau partai politik Islam yang akan menyelamatkan manusia dengan Islam.
Realitas menunjukkan bahwa masyarakat akan mengikuti perubahan yang akan memberikan kemaslahatan hakiki bagi mereka. Apalagi kemaslahatan tersebut dibangun di atas akidah Islam yang diimaninya. Namun, tentu saja, pihak yang tidak setuju dengan Islam tidak akan rela hal ini terjadi. Untuk menghambat perubahan tersebut ditempuhlah langkah-langkah oleh penguasa dan negara asing dengan menyembunyikan tujuan sebenarnya.
Upaya mengungkap apa yang sebenarnya terjadi di balik rencana, program, strategi, dan langkah-langkah penguasa atau negara asing yang berkonspirasi dengan penguasa terhadap umat itulah yang disebut kasyf al-khuththath.
Kasyf al-Khuththath Era Nabi Saw. di Makkah
Ketika masih di Makkah, Allah Swt. sering membongkar apa yang ada pada diri kaum Quraisy. Misalnya, ada di antara mereka yang mendengarkan al-Quran, tetapi mereka tidak memahami ayat tersebut. Bahkan, Allah Swt. membongkar apa yang mereka lakukan ketika Dia menunjukkan salah satu mukjizat Nabi saw. berupa terbelahnya bulan, mereka hanya mengatakan, “Itu adalah sihir.” (Lihat Tafsir al-Qurthubi).
Ketika melihat ayat-ayat, petunjuk, dan penjelasan mereka pun tetap tidak mau beriman. Bahkan mereka menyatakan bahwa al-Quran itu hanyalah dongengan orang-orang terdahulu belaka. Semua itu mereka lakukan untuk menghalang-halangi manusia dari mengikuti Muhammad saw. Hal ini diabadikan di dalam QS al-An‘am [6]: 25-26.
Rasulullah saw. lalu membacakan ayat-ayat tersebut kepada para sahabat dan anggota masyarakat lainnya sehingga mereka tahu apa sebenarnya yang dikehendaki oleh kaum kafir Quraisy tersebut.
Seperti diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, Nabi saw. pernah mengumpulkan masyarakat Makkah di bukit Shafa. Beliau menyatakan bahwa dia adalah Rasulullah. Abu Lahab, salah seorang pembesar ketika itu, marah-marah, seraya berkata, “Untuk urusan beginikah kami dikumpulkan?”
Abu Lahab memandang remeh urusan kerasulan. Dia pun menentang apa yang dibawa oleh Nabi saw. Allah Swt. saat itu membongkar bahwa perbuatan dan aktivitas Abu Lahab adalah rugi, nihil, dan sesat. Begitu dinyatakan Allah Swt. di dalam QS al-Lahab ayat 1-5.
Begitu juga ketika di Rasil saw. Makkah, Allah Swt. memberikan rahmat kepada kaum kafir Makkah berupa hujan setelah kekeringan dan kelapangan setelah kesulitan. Namun, mereka membuat tipudaya kepada Allah dan Rasul-Nya dengan cara memperolok-olok dan mendustakannya. Lalu Allah Swt. membongkar tipudaya itu dengan menurunkan firman-Nya:
Apabila Kami menurunkan kepada manusia suatu rahmat, sesudah (datangnya) bahaya menimpa mereka, tiba-tiba mereka mempunyai tipudaya dalam (menentang) tanda-tanda kekuasaan Kami. (QS Yunus [10]: 21).
Ayat tersebut membongkar rencana kaum kafir Makkah untuk memperolok-olok Islam yang dibawa oleh Rasulullah saw. Imam al-Qurthubi di dalam tafsirnya menyebutkan bahwa ayat itu berkaitan dengan Abu Sufyan ketika Rasulullah masih di Makkah. Abu Sufyan berkata kepada beliau, “Jika engkau memberi minum kami, niscaya kami membenarkan engkau.”
Mereka pun minum, tetapi mereka tetap mendustakan Nabi saw. Inilah makar mereka kepada Rasul. Rasulullah saw. pun menyampaikan ayat ini kepada para sahabat hingga tipudaya mereka diketahui para sahabat.
Ayat lain yang menunjukkan adanya kasyf al-khuththath di Makkah adalah firman Allah Swt. berikut:
Seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi musuh dari orang-orang yang berdosa. Cukuplah Tuhanmu sebagai Pemberi petunjuk dan Penolong. (QS an-Nahl [16]: 31).
Dalam ayat tersebut Allah Swt. menjelaskan kepada Nabi saw. bahwa sebagaimana Dia menjadikan kaum musyrik (Abu Jahal dll.) sebagai musuh, begitu pula Dia telah menjadikan bagi setiap nabi ada musuh dari kalangan musyrik kaumnya. Karenanya, bersabarlah engkau sebagaimana mereka bersabar. (Lihat: Tafsir al-Qurthubi).
Jadi, ayat di atas membongkar sikap kaum musyrik terhadap Nabi Muhammad. Ibnu Katsir saat menjelaskan kalimat, “Cukuplah Tuhanmu sebagai Pemberi petunjuk dan Penolong,” beliau menyatakan bahwa hal ini karena kaum musyrik menghalang-halangi manusia mengikuti al-Quran agar tidak ada seorang pun yang tertunjuki oleh al-Quran. Mereka pun mencari cara untuk mengalahkan metode al-Quran. Allah pun menjamin mengalahkan mereka seperti disebut dalam ayat 32 dan 33 berikutnya. Dengan dibukakannya hakikat ini, maka Nabi saw dan para sahabatnya memahami realitas sikap kaum kafir Quraisy.
Demikianlah, secara syar‘i, kasyf al-khuththath dicontohkan Nabi saw. Realitas pun menunjukkan betapa urgen aktivitas tersebut.
Urgensi Kasyf al-Khuththath
As-Sulthân li al-ummah, kekuasaan ada di tangan rakyat. Kalau rakyat setuju dengan perubahan melalui penerapan Islam maka akan terjadi perubahan dengan tegakknya syariat Islam. Sebaliknya, jika rakyat tidak setuju maka tegaknya Islam di tengah masyarakat tidak akan terjadi. Di sinilah pentingnya penyadaran masyarakat untuk memberikan keberpihakannya secara benar, yaitu keberpihakan pada upaya penegakkan Islam.
Kesadaran demikian hanya akan muncul apabila rakyat memahami realitas secara benar sesuai dengan kenyataannya. Apakah langkah-langkah yang dilakukan penguasa memang benar untuk membela mereka ataukah justru menzaliminya? Apakah kebijakan yang dinyatakan untuk kepentingan rakyat benar-benar untuk rakyat ataukah untuk kepentingan segelintir konglomerat, pejabat, bahkan pihak asing? Apakah isi peraturan dan perundangan ditujukan untuk mensejahterakan rakyat ataukah justru dengan peraturan dan perundangan tersebut rakyat lemah menjadi semakin tak berdaya? Apakah peran negara asing di negeri Muslim memang untuk memajukan umat Islam ataukah untuk menjajahnya?
Sayang, tidak semua hakikat dapat dilihat secara mudah oleh setiap orang. Banyak sekali ucapan, kebijakan, dan tindakan penguasa atau pihak asing yang bersifat diplomatis; tidak menegaskan apa yang sebenarnya dikehendaki. Akibatnya, jika dipahami secara parsial dan apa adanya, hakikat yang sebenarnya tidak dapat diketahui. Sebab, jika tidak demikian, dalam pandangan mereka, bukanlah politik. Bahkan, dalam dunia Kapitalisme, sering ucapan dan tindakan politisi penuh kedustaan, karena dalam keyakinannya, ia boleh menghalalkan segala cara asalkan tujuan tercapai.
Hal ini diperparah lagi saat masyarakat disibukkan oleh kemiskinan hingga masing-masing sibuk dengan urusan pribadi. Kesempatan untuk menelaah kejadian-kejadian tersebut nyaris tidak ada. Karenanya, perlu ada pihak yang secara jeli menelaah hal-hal tersebut. Lalu, hasilnya disajikan dan disebarkan kepada masyarakat sehingga mereka tahu dan semakin tinggi kepekaan dan taraf berpikirnya terhadap berbagai sikap dan tindakan penguasanya.
Di sinilah urgensinya partai politik Islam melakukan kasyf al-khuththath. Jika hal ini dilakukan maka masyarakat akan mengetahui siapa sebenarnya yang bertujuan untuk menjaga akidahnya, membelanya, mendatangkan maslahat baginya, serta mengajaknya pada keselamatan dunia dan akhirat. Apakah negara asing tersebut ataukah partai Islam yang membela mereka? Masyarakat pun memahami, apakah pihak asing berpihak kepadanya ataukah justru menjajahnya; apakah penguasa selama ini membela dan berjuang untuk mereka, ataukah menzaliminya dan bersekongkol dengan negara kafir imperialis? Tanpa kasyf al-khuththath, umat akan susah melihat siapa pembela umat dan siapa pengkhianat mereka. Sebaliknya, kontinuitas aktivitas kasyf al-khuththath ini niscaya akan:
(1) melahirkan tingginya taraf berpikir umat dalam menyikapi berbagai kebijakan dan tindakan penguasa maupun negara asing terhadap mereka;
(2) keberpihakan dan ke-tsiqah-an umat akan diberikan kepada organisasi/partai yang dipahaminya benar-benar selalu membela dan berpihak kepada umat, serta membongkar persekongkolan pihak yang menzaliminya.
Ketika umat sudah berpihak pada Islam dan pengembannya—tidak tertipu oleh sikap, kebijakan, strategi, atau tindakan penguasa dan negara asing—niscaya mereka akan meninggalkan sistem Kapitalisme dan para penyokongnya seraya menuntut penerapan Islam di tengah-tengah mereka. Saat itulah perubahan atas dasar Islam terjadi!
Ringkasnya, target kasyf al-khuththath adalah:
(1) Bagi umat: menyadari bahwa negara-negara kafir senantiasa memiliki kepentingan terhadap umat Islam sehingga segala manuver mereka harus diwaspadai; melepaskan kepercayaan terhadap penguasa yang menjadi agen negara-negara kafir;
(2) Bagi penguasa: selalu mewapadai manuver politik negara-negara kafir; segera melepaskan diri dari pengaruh negara-negara kafir;
(3) Bagi organisasi/partai Islam: selalu menjadi mata umat (‘uyûn al-ummah) yang terus menunjukkan adanya bahaya tersembunyi yang diskenariokan oleh negara kafir imperialis dan kaki tangannya; menjadi pejuang sejati dalam membela kepentingan rakyat atas dasar Islam.
Bentuk Kasyf al-Khuththath Saat Ini
Salah satu aktivitas dakwah saat ini adalah kasyf al-khuththath. Langkah-langkah yang ditempuh adalah:
(1) mengamati rancangan, rencana, dan kebijakan penguasa;
(2) mengamati realitas-realitas lainnya untuk mengetahui apakah rancangan, rencana, dan kebijakan tersebut benar-benar ditujukan untuk kemaslahatan rakyat ataukah untuk yang lainnya seperti untuk kepentingan dirinya, konglomerat, bahkan asing; apakah di balik itu ada ’skenario hitam’ untuk menghancurkan Islam dan umatnya;
(3) mengamati adakah persekongkolan penguasa dengan negara besar untuk melempangkan mereka menguasai umat Islam dan negerinya;
(4) Jika terdapat rancangan, rencana, atau kebijakan yang di baliknya terdapat upaya penzaliman kaum Muslim, membahayakan mereka, atau lebih mencengkeramkan penjajahan negara kafir imperialis atas kaum Muslim, maka jelaskan bagaimana duduk perkara tersebut sebenarnya;
(5) Menjelaskan bagaimana hukum Islam menyangkut hal tersebut;
(6) Menyebarkan hasilnya kepada seluruh komponen masyarakat hingga kaum Muslim memahami bahwa di balik rancangan, rencana, dan kebijakan tersebut terdapat ’skenario hitam’ yang membahayakan Islam dan umatnya.
Misalnya, isu terorisme. Dalam isu ini terdapat upaya untuk memojokkan Islam dan umatnya, apalagi kaum Muslim yang memperjuangkannya. Semua orang sepakat bahwa teror—dalam arti tindak kekerasan terhadap manusia—adalah dilarang. Akan tetapi, persoalannya, isu terorisme yang dikembangkan sekarang bukanlah terorisme dalam arti itu. Terorisme yang sekarang dikembangkan adalah setiap sikap yang tidak setuju dengan penjajahan AS dan sekutunya seperti dalam ucapan George W. Bush, “Either you are with America or you are with terrorists.”
Wakil Menhan AS urusan intelijen, Letjen William Boykin, juga pernah mengatakan, “The U.S. battle with Islamic terrorists as a clash with the devil (Perang melawan teroris Islam sama dengan perang melawan setan).” (VOA, 22/10/2003).
Realitas pun menunjukkan, setiap terjadi tindak kekerasan mestilah dituduhkan pada kaum Muslim; termasuk pejuang Palestina disebut oleh pejabat AS Condolliza sebagai teroris. Karenanya, isu teroris merupakan alat politik AS untuk membungkam siapa pun dari kaum Muslim yang hendak menerapkan Islam.
Contoh lain adalah UU Penambangan di Hutan Lindung. Mayoritas Hutan Lindung di Indonesia itu kaya akan emas. Kebanyakan kawasan itu dikuasai oleh asing. Sebelumnya emas di kawasan tersebut tidak dapat ditambang karena ada UU yang melarang hal tersebut. Akan tetapi, setelah keluarnya UU yang membolehkan penambangan di Hutan Lindung, itu berarti emas rakyat Indonesia diberikan kepada pihak swasta dalam negeri maupun asing.
Demikian pula ketika kita menyampaikan apa tujuan sebenarnya pasukan asing yang ada di Aceh dengan mengatasnamakan bantuan kemanusiaan atau utang luar negeri untuk rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh; pembangunan kembali Aceh diserahkan kepada para ‘donatur’ hingga subkontraktor; uang kembali pada negara asing tersebut, rakyat Indonesia tinggal memikul utang dengan bunganya.
Contoh lain adalah ketika kita berbicara tentang upaya pemerintah melakukan privatisasi sektor publik, termasuk minyak dan gas bumi. Diopinikan bahwa Pertamina rugi terus, kemudian harga BBM dinaikkan, dan pada saat yang sama pemerintah menarik investor asing. Jika demikian, bukankah menaikkan harga BBM sebenarnya dalam rangka menarik masuknya investor asing hingga harga-harga naik yang karenanya keuntungan ada di depan mata investor?
Begitu juga halnya dengan kenaikan listrik dan telepon. Setelah semua harga mencapai ‘standar’, berikutnya diprivatisasi kepada pihak swasta baik lokal maupun asing. Jika demikian, benarkah semua itu untuk kepentingan rakyat ataukah justru ada ‘skenario’ hitam di dalamnya yang menguntungkan persekongkolan pengusaha dengan penguasa, dalam negeri dan luar negeri?
Saat kita menjelaskan kepada umat hakikat semua perkara di atas maka berarti kita sedang melakukan kasyf al-khuththath.
Berdasarkan bahasan di atas, tampak bahwa kasyf al-khuththath amat penting dilakukan dalam proses perubahan masyarakat atas dasar Islam. Tanpa kasyf al-khuththath umat tidak akan dapat membedakan dengan jelas siapa pembela umat dan siapa pengkhianatnya.
.[shadow=red,left,300] Wallâhu a‘lam bi ash-shawâb[/shadow]