Post by super on Oct 22, 2009 23:41:11 GMT -1
Khilafah Magazine : Konferensi Ulama Indonesia Memperjuangkan Khilafah
“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS At Taubah 9:122)
Allah (SWT) dalam surat Taubah, Allah berfirman bahwa tidak semua orang harus pergi keluar bersama-sama, tetapi sebagian dari mereka harus mengabdikan diri untuk belajar agama, sehingga setelah mereka kembali, mereka yang telah belajar itu bisa mengajarkan orang lain untuk menjaga diri mereka sendiri dari kejahatan.
“Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu, tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka, Maka Allah melemahkan keinginan mereka. dan dikatakan kepada mereka: “Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu.” (QS at Taubah 9:46)
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama.” (TQS Al-Fatir 35: 28)
Mereka yang memiliki pengetahuan tidaklah sama dengan mereka yang tidak berpengetahuan, dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Tirmidzi dari Abu Darda ‘(ra). “Para ‘Ulama adalah pewaris para nabi.” Mengingat ayat-ayat yang mulia ini dan keotentikan hadits maka Hizbut Tahrir menyelenggarakan salah satu konferensi yang paling penting dalam sejarah setelah kehancuran Khilafah.
Ada empat kali kesempatan diskusi yang dilakukan oleh para ulama akan kebutuhan adanya Khilafah dan kewajiban untuk bekerja mewujudkannya. Sebenarnya ini adalah satu-satunya diskusi serius yang terjadi dan tidak disponsori dengan I’tikad yang tidak baik. Dalam 80 tahun terakhir telah terjadi empat konvensi yang terfokus pada Khilafah tetapi dengan agenda yang nasionalis atau agenda pribadi.
<!--[if !supportLineBreakNewLine]-->
<!--[endif]-->
1. KONVENSI DI MEKKAH TAHUN 1924
Empat bulan setelah penghapusan Khilafah, pada bulan Juli 1924, selama waktu haji suatu konvensi diadakan di Mekkah. Oleh Syarif Husain dari Mekkah (1853-1931) konvensi ini dikatakan bertujuan untuk melegitimasi klaimnya atas kepemimpinan universal kaum Muslim. Dalam konvensi ini, para peserta dari Arab mendominasi. Isu yang dominan, selain dari Syarif Husain yang mengaku sebagai Khalifah, adalah gagasan kesatuan Arab yang tidak bisa dijalankan sebagai prakondisi untuk kesatuan muslim.
2. KONGRES KEKHALIFAHAN DI KAIRO TAHUN 1926
Kongres ini digagas oleh Ulama Mesir dengan tujuan untuk membahas isu Khilafah. Diyakini bahwa ketika itu Raja Mesir Fuad (memerintah 1923-1936) ingin melegitimasi klaimnya sendiri atas kekhalifahan dengan mensponsori konvensi ini.
3. KONGRES DI JERUSALEM TAHUN 1931
Kongres Umum Kaum Muslim di Yerusalem (al-Quds) diselenggarakan oleh Sayyid Amin Al-Husaini, seorang Mufti besar Palestina, pada bulan Desember 1931. Tujuan dari Kongres ini, seperti yang dinyatakan dalam surat undangan, adalah untuk membahas tiga isu utama: yakni kondisi umat Islam di dunia, tempat-tempat suci Islam di Palestina dan masalah-masalah lain yang berkaitan dengan umat Islam. Sekitar 133 delegasi dari 22 negara, terutama dalam kapasitas pribadi, menghadiri Kongres ini.
4. KONGRES MUSLIM EROPA, DI JENEWA, TAHUN 1935
Kongres ini merupakan tindak lanjut dari Kongres Umum Kaum Muslim di Yerusalem, di mana disitu diusulkan agar konvensi regional dan lokal perlu diorganisasikan dalam rangka untuk mengembangkan solidaritas muslim dan rasa persatuan. Tujuan kongres termasuk diantaranya; memperkuat hubungan antara kaum Muslim di Eropa, meningkatkan kerjasama, nilai-nilai Islam dan kebudayaan secara umum. Perlindungan tempat-tempat suci Islam di Palestina juga ada pada agenda dan tujuan dari konggres secara naïf dikirim ke Liga Bangsa-Bangsa dan pemerintah Inggris yang berkenaan dengan masalah ini. Kongres ini dihadiri oleh 66 delegasi dari 11 negara Eropa (Yugoslavia, Polandia, Hungaria, Jerman, Austria, Belanda, Swiss, Rumania, Inggris, Italia dan Perancis) maupun para undangan dari sembilan negara Muslim.
Masing-masing motif dari konferensi-konferensi di atas sangat sedikit kaitannya dalam menyatukan umat Islam dan tanah mereka. Sebaliknya konferensi itu semua disponsori oleh orang-orang yang telah merebut kekuasaan secara tidak sah, atau orang-orang yang mendalangi penghancuran negara Khilafah.
5. KONFERENSI ULAMA, DI INDONESIA, TAHUN 2009
Berbeda dengan konferensi tentang khilafah sebelumnya , baru-baru ini diadakan muktamar ulama di Indonesia , negara dengan penduduk muslim terbesar. Sebuah negara dimana suatu survei yang dilakukan oleh University of Maryland (2008) menunjukkan sekurang-kurangnya 70% dari penduduknya menginginkan Syariah. Pada tanggal 28 Rajab dalam peringatan hari kehancuran Khilafah di tangan Mustafa Kamal, Hizbut Tahrir Indonesia mengumpulkan para Ulama dari keempat penjuru Indonesia dari Aceh sampai Sulawesi, Kalimantan, Jawa dan Papua. Ini adalah konferensi pertama yang mengumpulkan Ulama dari setiap sudut Indonesia (total berjumlah 6.000) dan juga di seluruh dunia Muslim.
Sebuah spanduk berwarna oranye dan bendera arroya berwarna hitam menyambut para tamu menuju sekitar tempat konferensi dan menandai kehadiran penyelenggara konferensi - Hizbut Tahrir – di suatu stadion yang berkapasitas 10.000 peserta.
Di pintu masuk sudah terlihat kesibukan para delegasi dan beberapa tempat di sekitarnya menjual buku-buku, tentang berbagai aspek yang berkaitan dengan pemerintahan Islam, termasuk diantaranya: Sistem Islam; Sistem Pergaulan dalam Islam; Sistem Pemerintahan dalam Islam ; Sistem Ekonomi Islam ; Konsepsi Hizbut-Tahrir; Sistem Sanksi dalam Islam; Kepribadian Islam; Bagaimana Khilafah Dihancurkan ; Struktur Negara Khilafah
Konferensi itu terisi penuh. Diskusi berkembang seputar isu pemerintahan, tanggung jawab pemerintah, dan ekonomi, adalah diantara banyak topik-topik lainnya. Banyak ulama yang memberikan sambutan pada konferensi dari negara tuan rumah dan negara-negara Muslim lainnya dan akhirnya diakhiri dengan dikeluarkan resolusi yang diadopsi dan ditandatangani.
Suatu resolusi disahkan pada Konferensi Ulama itu – yang diadakan pada tanggal 28 Rajab 1430 Hijriah (21 Juli 2009 M)
Allah SAW berfirman:
ÅöäøóãóÇ íóÎúÔóì Çááøóåó ãöäú ÚöÈóÇÏöåö ÇáúÚõáóãóÇÁõ
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama.” (TQS Al-Fatir [35]: 28)
dan Rasulullah SAW bersabda:
«ÇóáúÚõáóãóÇÁõ æóÑóËóÉõ ÇáÃóäúÈöíóÇÁö»
“Para ulama adalah pewaris para nabi.” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi dari Abu Darda’)
Kami para ulama dari berbagai negeri Muslim yang berpartisipasi dalam Muktamar Ulama di Indonesia, menyatakan hal-hal berikut:
Bahwa Khilafah adalah sebuah kewajiban yang agung dan berjuang untuk menegakkannya kembali adalah kewajiban bagi setiap Muslim. Kewajiban ini begitu penting, sehingga para sahabat Nabi SAW telah bersepakat untuk mendahulukan upaya menegakkan Khilafah daripada memakamkan jenazah Rasulullah SAW, sekalipun mereka memahami bahwa memakamkan jenazah juga menjadi kewajiban mereka. Tindakan para sahabat Nabi SAW ini menunjukkan arti penting upaya menegakkan Khilafah sebagai sebuah kewajiban yang harus ditunaikan.
Selain itu, Rasulullah SAW juga menggambarkan bahwa kematian seseorang yang tidak memiliki bai’at kepada seorang Khalifah, apabila dia ada, atau tidak berjuang menegakkan Khilafah, jika Khilafah tidak ada, laksana kematian jahiliyah. Rasulullah SAW bersabda,
«ãóäú ÎóáóÚó íóÏðÇ ãöäú ØóÇÚóÉò áóÞöíó Çááøóåó íóæúãó ÇáúÞöíóÇãóÉö áóÇ ÍõÌøóÉó áóåõ¡ æóãóäú ãóÇÊó æóáóíúÓó Ýöí ÚõäõÞöåö ÈóíúÚóÉñ ãóÇÊó ãöíÊóÉð ÌóÇåöáöíøóÉð»
“Barangsiapa melepaskan tangan dari ketaatan, ia akan menjumpai Allah di Hari Kiamat kelak tanpa memiliki hujjah. Dan siapa saja yang mati sedangkan di pundaknya tidak ada bai’at, maka ia mati seperti kematian jahiliyah.” (HR Imam Muslim dari Abdullah bin Umar ra.)
Sedangkan bai’at dalam pengertian syar’iy adalah bai’at kepada seorang Khalifah.
Di samping itu, tugas-tugas penting dalam Islam seperti menegakkan hudud, menerapkan syariah, memobilisasi pasukan, menyebarluaskan dakwah Islam, membebaskan negeri-negeri kufur (futuhat), dan sebagainya membutuhkan keberadaan seorang Imam. Rasulullah SAW bersabda:
«æóÅöäøóãóÇ ÇáúÅöãóÇãõ ÌõäøóÉñ íõÞóÇÊóáõ ãöäú æóÑóÇÆöåö æóíõÊøóÞóì Èöåö»
“Dan sesungguhnya seorang Imam adalah laksana perisai, orang-orang berperang di belakangnya, dan berlindung kepadanya.” (Muttafaqun alaihi)
Kami sangat menghargai kerja keras dan perjuangan tak kenal lelah yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir Indonesia untuk melanjutkan kehidupan Islam dengan menegakkan Negara Islam. Kami memberikan dukungan dan bantuan terhadap perjuangan tersebut, dan para ulama seharusnya berada di garda terdepan dalam perjuangan ini, insya Allah.
Dengan ilmu dan pemahaman terhadap hukum-hukum Islam yang dikaruniakan Allah SWT, kami akan berusaha mendekati para pemilik kekuatan di negeri-negeri Muslim untuk memberikan dukungan (nushrah) kepada para pejuang penegakan Khilafah. Semoga Allah SWT memuliakan mereka dengan barakah-Nya, sebagaimana Dia memuliakan kaum Anshar di Madinah.
“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS At Taubah 9:122)
Allah (SWT) dalam surat Taubah, Allah berfirman bahwa tidak semua orang harus pergi keluar bersama-sama, tetapi sebagian dari mereka harus mengabdikan diri untuk belajar agama, sehingga setelah mereka kembali, mereka yang telah belajar itu bisa mengajarkan orang lain untuk menjaga diri mereka sendiri dari kejahatan.
“Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu, tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka, Maka Allah melemahkan keinginan mereka. dan dikatakan kepada mereka: “Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu.” (QS at Taubah 9:46)
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama.” (TQS Al-Fatir 35: 28)
Mereka yang memiliki pengetahuan tidaklah sama dengan mereka yang tidak berpengetahuan, dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Tirmidzi dari Abu Darda ‘(ra). “Para ‘Ulama adalah pewaris para nabi.” Mengingat ayat-ayat yang mulia ini dan keotentikan hadits maka Hizbut Tahrir menyelenggarakan salah satu konferensi yang paling penting dalam sejarah setelah kehancuran Khilafah.
Ada empat kali kesempatan diskusi yang dilakukan oleh para ulama akan kebutuhan adanya Khilafah dan kewajiban untuk bekerja mewujudkannya. Sebenarnya ini adalah satu-satunya diskusi serius yang terjadi dan tidak disponsori dengan I’tikad yang tidak baik. Dalam 80 tahun terakhir telah terjadi empat konvensi yang terfokus pada Khilafah tetapi dengan agenda yang nasionalis atau agenda pribadi.
<!--[if !supportLineBreakNewLine]-->
<!--[endif]-->
1. KONVENSI DI MEKKAH TAHUN 1924
Empat bulan setelah penghapusan Khilafah, pada bulan Juli 1924, selama waktu haji suatu konvensi diadakan di Mekkah. Oleh Syarif Husain dari Mekkah (1853-1931) konvensi ini dikatakan bertujuan untuk melegitimasi klaimnya atas kepemimpinan universal kaum Muslim. Dalam konvensi ini, para peserta dari Arab mendominasi. Isu yang dominan, selain dari Syarif Husain yang mengaku sebagai Khalifah, adalah gagasan kesatuan Arab yang tidak bisa dijalankan sebagai prakondisi untuk kesatuan muslim.
2. KONGRES KEKHALIFAHAN DI KAIRO TAHUN 1926
Kongres ini digagas oleh Ulama Mesir dengan tujuan untuk membahas isu Khilafah. Diyakini bahwa ketika itu Raja Mesir Fuad (memerintah 1923-1936) ingin melegitimasi klaimnya sendiri atas kekhalifahan dengan mensponsori konvensi ini.
3. KONGRES DI JERUSALEM TAHUN 1931
Kongres Umum Kaum Muslim di Yerusalem (al-Quds) diselenggarakan oleh Sayyid Amin Al-Husaini, seorang Mufti besar Palestina, pada bulan Desember 1931. Tujuan dari Kongres ini, seperti yang dinyatakan dalam surat undangan, adalah untuk membahas tiga isu utama: yakni kondisi umat Islam di dunia, tempat-tempat suci Islam di Palestina dan masalah-masalah lain yang berkaitan dengan umat Islam. Sekitar 133 delegasi dari 22 negara, terutama dalam kapasitas pribadi, menghadiri Kongres ini.
4. KONGRES MUSLIM EROPA, DI JENEWA, TAHUN 1935
Kongres ini merupakan tindak lanjut dari Kongres Umum Kaum Muslim di Yerusalem, di mana disitu diusulkan agar konvensi regional dan lokal perlu diorganisasikan dalam rangka untuk mengembangkan solidaritas muslim dan rasa persatuan. Tujuan kongres termasuk diantaranya; memperkuat hubungan antara kaum Muslim di Eropa, meningkatkan kerjasama, nilai-nilai Islam dan kebudayaan secara umum. Perlindungan tempat-tempat suci Islam di Palestina juga ada pada agenda dan tujuan dari konggres secara naïf dikirim ke Liga Bangsa-Bangsa dan pemerintah Inggris yang berkenaan dengan masalah ini. Kongres ini dihadiri oleh 66 delegasi dari 11 negara Eropa (Yugoslavia, Polandia, Hungaria, Jerman, Austria, Belanda, Swiss, Rumania, Inggris, Italia dan Perancis) maupun para undangan dari sembilan negara Muslim.
Masing-masing motif dari konferensi-konferensi di atas sangat sedikit kaitannya dalam menyatukan umat Islam dan tanah mereka. Sebaliknya konferensi itu semua disponsori oleh orang-orang yang telah merebut kekuasaan secara tidak sah, atau orang-orang yang mendalangi penghancuran negara Khilafah.
5. KONFERENSI ULAMA, DI INDONESIA, TAHUN 2009
Berbeda dengan konferensi tentang khilafah sebelumnya , baru-baru ini diadakan muktamar ulama di Indonesia , negara dengan penduduk muslim terbesar. Sebuah negara dimana suatu survei yang dilakukan oleh University of Maryland (2008) menunjukkan sekurang-kurangnya 70% dari penduduknya menginginkan Syariah. Pada tanggal 28 Rajab dalam peringatan hari kehancuran Khilafah di tangan Mustafa Kamal, Hizbut Tahrir Indonesia mengumpulkan para Ulama dari keempat penjuru Indonesia dari Aceh sampai Sulawesi, Kalimantan, Jawa dan Papua. Ini adalah konferensi pertama yang mengumpulkan Ulama dari setiap sudut Indonesia (total berjumlah 6.000) dan juga di seluruh dunia Muslim.
Sebuah spanduk berwarna oranye dan bendera arroya berwarna hitam menyambut para tamu menuju sekitar tempat konferensi dan menandai kehadiran penyelenggara konferensi - Hizbut Tahrir – di suatu stadion yang berkapasitas 10.000 peserta.
Di pintu masuk sudah terlihat kesibukan para delegasi dan beberapa tempat di sekitarnya menjual buku-buku, tentang berbagai aspek yang berkaitan dengan pemerintahan Islam, termasuk diantaranya: Sistem Islam; Sistem Pergaulan dalam Islam; Sistem Pemerintahan dalam Islam ; Sistem Ekonomi Islam ; Konsepsi Hizbut-Tahrir; Sistem Sanksi dalam Islam; Kepribadian Islam; Bagaimana Khilafah Dihancurkan ; Struktur Negara Khilafah
Konferensi itu terisi penuh. Diskusi berkembang seputar isu pemerintahan, tanggung jawab pemerintah, dan ekonomi, adalah diantara banyak topik-topik lainnya. Banyak ulama yang memberikan sambutan pada konferensi dari negara tuan rumah dan negara-negara Muslim lainnya dan akhirnya diakhiri dengan dikeluarkan resolusi yang diadopsi dan ditandatangani.
Suatu resolusi disahkan pada Konferensi Ulama itu – yang diadakan pada tanggal 28 Rajab 1430 Hijriah (21 Juli 2009 M)
Allah SAW berfirman:
ÅöäøóãóÇ íóÎúÔóì Çááøóåó ãöäú ÚöÈóÇÏöåö ÇáúÚõáóãóÇÁõ
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama.” (TQS Al-Fatir [35]: 28)
dan Rasulullah SAW bersabda:
«ÇóáúÚõáóãóÇÁõ æóÑóËóÉõ ÇáÃóäúÈöíóÇÁö»
“Para ulama adalah pewaris para nabi.” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi dari Abu Darda’)
Kami para ulama dari berbagai negeri Muslim yang berpartisipasi dalam Muktamar Ulama di Indonesia, menyatakan hal-hal berikut:
Bahwa Khilafah adalah sebuah kewajiban yang agung dan berjuang untuk menegakkannya kembali adalah kewajiban bagi setiap Muslim. Kewajiban ini begitu penting, sehingga para sahabat Nabi SAW telah bersepakat untuk mendahulukan upaya menegakkan Khilafah daripada memakamkan jenazah Rasulullah SAW, sekalipun mereka memahami bahwa memakamkan jenazah juga menjadi kewajiban mereka. Tindakan para sahabat Nabi SAW ini menunjukkan arti penting upaya menegakkan Khilafah sebagai sebuah kewajiban yang harus ditunaikan.
Selain itu, Rasulullah SAW juga menggambarkan bahwa kematian seseorang yang tidak memiliki bai’at kepada seorang Khalifah, apabila dia ada, atau tidak berjuang menegakkan Khilafah, jika Khilafah tidak ada, laksana kematian jahiliyah. Rasulullah SAW bersabda,
«ãóäú ÎóáóÚó íóÏðÇ ãöäú ØóÇÚóÉò áóÞöíó Çááøóåó íóæúãó ÇáúÞöíóÇãóÉö áóÇ ÍõÌøóÉó áóåõ¡ æóãóäú ãóÇÊó æóáóíúÓó Ýöí ÚõäõÞöåö ÈóíúÚóÉñ ãóÇÊó ãöíÊóÉð ÌóÇåöáöíøóÉð»
“Barangsiapa melepaskan tangan dari ketaatan, ia akan menjumpai Allah di Hari Kiamat kelak tanpa memiliki hujjah. Dan siapa saja yang mati sedangkan di pundaknya tidak ada bai’at, maka ia mati seperti kematian jahiliyah.” (HR Imam Muslim dari Abdullah bin Umar ra.)
Sedangkan bai’at dalam pengertian syar’iy adalah bai’at kepada seorang Khalifah.
Di samping itu, tugas-tugas penting dalam Islam seperti menegakkan hudud, menerapkan syariah, memobilisasi pasukan, menyebarluaskan dakwah Islam, membebaskan negeri-negeri kufur (futuhat), dan sebagainya membutuhkan keberadaan seorang Imam. Rasulullah SAW bersabda:
«æóÅöäøóãóÇ ÇáúÅöãóÇãõ ÌõäøóÉñ íõÞóÇÊóáõ ãöäú æóÑóÇÆöåö æóíõÊøóÞóì Èöåö»
“Dan sesungguhnya seorang Imam adalah laksana perisai, orang-orang berperang di belakangnya, dan berlindung kepadanya.” (Muttafaqun alaihi)
Kami sangat menghargai kerja keras dan perjuangan tak kenal lelah yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir Indonesia untuk melanjutkan kehidupan Islam dengan menegakkan Negara Islam. Kami memberikan dukungan dan bantuan terhadap perjuangan tersebut, dan para ulama seharusnya berada di garda terdepan dalam perjuangan ini, insya Allah.
Dengan ilmu dan pemahaman terhadap hukum-hukum Islam yang dikaruniakan Allah SWT, kami akan berusaha mendekati para pemilik kekuatan di negeri-negeri Muslim untuk memberikan dukungan (nushrah) kepada para pejuang penegakan Khilafah. Semoga Allah SWT memuliakan mereka dengan barakah-Nya, sebagaimana Dia memuliakan kaum Anshar di Madinah.