Post by super on Dec 21, 2006 23:44:26 GMT -1
2007: MENYAMBUT KEHANCURAN KAPITALISME DAN
TEGAKNYA KEMBALI KHILAFAH
Tahun 2006 baru saja berakhir. Sepanjang tahun 2006, umat Islam diliputi dengan berbagai persoalan. Satu kalimat yang masih tepat dialamatkan kepada kaum Muslim adalah: kita masih dijajah. Negeri-negeri Islam seperti Iraq dan Afganistan masih diduduki secara militer oleh penjajah Kapitalisme. Korban di kalangan umat Islam pun terus berjatuhan dan bertambah. Di Iraq, menurut laporan John Hopkins University, sudah lebih dari 650 ribu kaum Muslim terbunuh. Konflik di Irak pun semakin meluas. Upaya provokasi terus dilakukan oleh pihak-pihak yang memusuhi Islam. Harapannya, konflik internal Sunni-Syiah terus berkembang. Di Afganistan, rakyat tempatan masih menjadi korban utama pasukan NATO dengan alasan memerangi pasukan Taliban.
Kebiadaban Israel semakin menambah luka mendalam di tubuh kaum Muslim. Secara sistematik, negara Zionis Yahudi ini membunuhi kaum Muslim dengan dukungan penuh Amerika Syarikat.
keadaan ini semakin parah oleh pengkhianatan para penguasa di negeri Islam. Alih-alih melawan penjajahan di negerinya, mereka malah memberikan “karpet merah’ kepada penjajah untuk meluluskan dan mengokohkan penjajahan di negeri mereka. Musharaf, boneka AS di Pakistan, menjadi ujung tombak negara penjajah memerangi kaum Muslim. Atas nama perang melawan terorisme, penguasa boneka ini, terus memburu kaum Muslim.
Pertengahan Januari 2006, misalnya, pasukan AS melancarkan serangan ke Desa Damadola, Pakistan, dekat sempadan dengan Afganistan. Serangan menyebabkan 18 korbanterbunuh, termasuk perempuan dan anak-anak, atas dasar informasi yang diberikan oleh CIA. Angkatan bersenjata Pakistan juga menyerang sebuah madrasah di Pakistan; 70-80 pemuda yang belajar di tempat itu terbunuh. Pembunuhan seperti ini terus berulang dan berulang.
Pengkhianatan lainnya, para penguasa negeri-negeri Islam ini hanya diam berpeluk tubuh ketika umat Islam di Palestina, Iraq, Afganistan, Lebanon dibunuh. Ketika Israel menyerang Lebanon yang menimbulkan kerosakan bangunan yang hebat dan pembunuhan ribuan warga tempatan, penguasa Arab hanya berdiam diri.
Bahkan pemerintah Lebanon sendiri tidak melakukan apa-apa. Husni Mubarak, dengan tegas malah menolak mengirim pasukan dengan alasan, tentara Mesir adalah untuk Mesir. Alih-alih membantu perjuangan kaum Muslim di Iraq, pemerintah Arab Saudi dalam waktu terdekat, merancang membina tembok pemisah yang cukup besar untuk digunakan adang masuk para pejuang Islam ke Iraq dan Saudi, sebagaimana yang dituduhkan AS. Tembok itu rencananya akan dibangun sepanjang 900 km di sepanjang perbatasan Saudi-Iraq. Sementara itu, pemerintah negeri ini malah menyambut Bush juara Pembunuh bagaikan tamu terhormat.
Umat Islam pun menjadi korban terbesar dalam Perang Melawan Terorisme yang dipimpin oleh AS. Penjara-penjara seperti Guantanamo (Kuba), Abu Ghuraib (Iraq), dan penjara rahsia yang menyebar di berbagai negara menjadi saksi bisu kekejaman yang dilakukan AS terhadap umat Islam yang dituduh teroris. Semua kekejaman itu dilegalisasi dengan disahkannya pada Oktober 2006 UU yang mengizinkan Badan Intelijen Amerika (CIA) mengoperasikan penjara rahasia di luar negeri. CIA juga diperbolehkan menggunakan taktik interogasi kejam dan penahanan yang disangka teroris tanpa batas waktu dan bukti.
Tidak hanya itu, propaganda anti Islam, stigmatisasi negatif atas syariah Islam, dan penghinaan terhadap Rasulullah saw. terus berlanjut. Di Inggris, Shabrina Begum dikalahkan oleh mahkamah Inggris, ketika menyoal pengusiran dirinya dari sekolah hanya karena menggunakan jilbab. Pembuatan kartun yang menghina Rasulullah saw. terjadi di Denmark atas nama kebebasan berekspresi. Alih-alih minta maaf, penghinaan itu kemudian kembali berulang ketika di Denmark pada Oktober 2006 melalui perlumbaan karikatur menghina Rasulullah saw. Penghinaan terhadap Rasul pun dilakukan oleh pemimpin puncak agama Katolik, Paus Benedictus XVI, ketika menyebut Rasulullah saw. hanya membawa sifat-sifat keiblisan (evil) dan bertentangan dengan kemanusiaan (inhumanity).
Berbagai persoalan yang menimpa kaum Muslim, semakin menegaskan peperangan yang nyata dari negara-negara kapitalis yang dipimpin oleh AS dan sekutunya dengan umat Islam.
Namun demikian, semua ini semakin mempercepat terbentuknya kesedaran politik di tengah-tengah umat Islam, bahwa musuh mereka adalah AS dengan ideologi Kapitalismenya.
Kesungguhan untuk memperjuangkan Khilafah pun semakin kuat di seluruh dunia. Semua ini dibangun atas dasar kesedaran wahyu tentang kewajiban menegakkan Khilafah dan syariah Islam yang disertai diperkokoh oleh keperluan umat Islam untuk memiliki kekuatan politik real yang nyata. Apalagi Allah Swt. telah menjamin kemenangan bagi kaum Muslim dan Rasul saw. pun telah menjanjikan akan kembalinya Khilafah 'ala Minhaj an-Nubuwwah.
Optimisme kemenangan umat Islam pun semakin membesar.
Pertama: Di tengah-tengah kaum Muslim kesedaran untuk kembali ke Islam semakin kuat. Di sudut yang lain, krisis kepercayaan kepada penguasa dan sistem sekular semakin memuncak. Pusat Studi Strategi Universitas Yordania, dalam publikasinya berdasarkan survey yang berjudul, "Revisiting the Arab Street", menyimpulkan bahwa ada keinginan yang kuat dari masyarakat Timur Tengah untuk hidup diatur oleh syariah Islam di bawah naungan Khilafah. Survey juga mendapati bahwa di Yordania, Palestina, dan Mesir, 2/3 responden mengatakan syariah Islam harus manjadi satu-satunya sumber hukum bagi negara.
Kedua: AS dengan sistem Kapitalismenya sedang di ambang kehancuran. Kegagalan kebijakan politik luar negeri AS di Iraq juga menjadi indikator penting. Secara kesimpulannya, Henry Kissinger menyebut AS tidak akan menang di Irak. Suara senada dilontarkan PBB Kofi Annan.
Kegagalan pasukan AS justru membangun optimisme di kalangan umat Islam. Mereka mulai menyadari bahwa AS tidak boleh dikalahkan hanyalah mitos. Terbukti, menghadapi kelompok kecil gerilawan di Iraq saja menewaskan pasukan gergasi AS. Di Afganistan, perlawanan terhadap AS dilakukan terus tanpa henti. Tidak bisa dilupakan, kegigihan Hizbullah untuk bertahan dari serangan Israel yang didukung dengan peralatan yang canggih dan bom-bom dahsyat. Jika kelompok perlawanan yang kecil ini saja telah membuat AS dan sekutunya kelam-kabut, bagaimana kalau pasukan kaum Muslim ini berada di bawah komando Khalifah yang menyatukan 1,5 miliar umat Islam di seluruh penjuru dunia? Wallâhu a‘lam.
[Farid Wadjdi]
TEGAKNYA KEMBALI KHILAFAH
Tahun 2006 baru saja berakhir. Sepanjang tahun 2006, umat Islam diliputi dengan berbagai persoalan. Satu kalimat yang masih tepat dialamatkan kepada kaum Muslim adalah: kita masih dijajah. Negeri-negeri Islam seperti Iraq dan Afganistan masih diduduki secara militer oleh penjajah Kapitalisme. Korban di kalangan umat Islam pun terus berjatuhan dan bertambah. Di Iraq, menurut laporan John Hopkins University, sudah lebih dari 650 ribu kaum Muslim terbunuh. Konflik di Irak pun semakin meluas. Upaya provokasi terus dilakukan oleh pihak-pihak yang memusuhi Islam. Harapannya, konflik internal Sunni-Syiah terus berkembang. Di Afganistan, rakyat tempatan masih menjadi korban utama pasukan NATO dengan alasan memerangi pasukan Taliban.
Kebiadaban Israel semakin menambah luka mendalam di tubuh kaum Muslim. Secara sistematik, negara Zionis Yahudi ini membunuhi kaum Muslim dengan dukungan penuh Amerika Syarikat.
keadaan ini semakin parah oleh pengkhianatan para penguasa di negeri Islam. Alih-alih melawan penjajahan di negerinya, mereka malah memberikan “karpet merah’ kepada penjajah untuk meluluskan dan mengokohkan penjajahan di negeri mereka. Musharaf, boneka AS di Pakistan, menjadi ujung tombak negara penjajah memerangi kaum Muslim. Atas nama perang melawan terorisme, penguasa boneka ini, terus memburu kaum Muslim.
Pertengahan Januari 2006, misalnya, pasukan AS melancarkan serangan ke Desa Damadola, Pakistan, dekat sempadan dengan Afganistan. Serangan menyebabkan 18 korbanterbunuh, termasuk perempuan dan anak-anak, atas dasar informasi yang diberikan oleh CIA. Angkatan bersenjata Pakistan juga menyerang sebuah madrasah di Pakistan; 70-80 pemuda yang belajar di tempat itu terbunuh. Pembunuhan seperti ini terus berulang dan berulang.
Pengkhianatan lainnya, para penguasa negeri-negeri Islam ini hanya diam berpeluk tubuh ketika umat Islam di Palestina, Iraq, Afganistan, Lebanon dibunuh. Ketika Israel menyerang Lebanon yang menimbulkan kerosakan bangunan yang hebat dan pembunuhan ribuan warga tempatan, penguasa Arab hanya berdiam diri.
Bahkan pemerintah Lebanon sendiri tidak melakukan apa-apa. Husni Mubarak, dengan tegas malah menolak mengirim pasukan dengan alasan, tentara Mesir adalah untuk Mesir. Alih-alih membantu perjuangan kaum Muslim di Iraq, pemerintah Arab Saudi dalam waktu terdekat, merancang membina tembok pemisah yang cukup besar untuk digunakan adang masuk para pejuang Islam ke Iraq dan Saudi, sebagaimana yang dituduhkan AS. Tembok itu rencananya akan dibangun sepanjang 900 km di sepanjang perbatasan Saudi-Iraq. Sementara itu, pemerintah negeri ini malah menyambut Bush juara Pembunuh bagaikan tamu terhormat.
Umat Islam pun menjadi korban terbesar dalam Perang Melawan Terorisme yang dipimpin oleh AS. Penjara-penjara seperti Guantanamo (Kuba), Abu Ghuraib (Iraq), dan penjara rahsia yang menyebar di berbagai negara menjadi saksi bisu kekejaman yang dilakukan AS terhadap umat Islam yang dituduh teroris. Semua kekejaman itu dilegalisasi dengan disahkannya pada Oktober 2006 UU yang mengizinkan Badan Intelijen Amerika (CIA) mengoperasikan penjara rahasia di luar negeri. CIA juga diperbolehkan menggunakan taktik interogasi kejam dan penahanan yang disangka teroris tanpa batas waktu dan bukti.
Tidak hanya itu, propaganda anti Islam, stigmatisasi negatif atas syariah Islam, dan penghinaan terhadap Rasulullah saw. terus berlanjut. Di Inggris, Shabrina Begum dikalahkan oleh mahkamah Inggris, ketika menyoal pengusiran dirinya dari sekolah hanya karena menggunakan jilbab. Pembuatan kartun yang menghina Rasulullah saw. terjadi di Denmark atas nama kebebasan berekspresi. Alih-alih minta maaf, penghinaan itu kemudian kembali berulang ketika di Denmark pada Oktober 2006 melalui perlumbaan karikatur menghina Rasulullah saw. Penghinaan terhadap Rasul pun dilakukan oleh pemimpin puncak agama Katolik, Paus Benedictus XVI, ketika menyebut Rasulullah saw. hanya membawa sifat-sifat keiblisan (evil) dan bertentangan dengan kemanusiaan (inhumanity).
Berbagai persoalan yang menimpa kaum Muslim, semakin menegaskan peperangan yang nyata dari negara-negara kapitalis yang dipimpin oleh AS dan sekutunya dengan umat Islam.
Namun demikian, semua ini semakin mempercepat terbentuknya kesedaran politik di tengah-tengah umat Islam, bahwa musuh mereka adalah AS dengan ideologi Kapitalismenya.
Kesungguhan untuk memperjuangkan Khilafah pun semakin kuat di seluruh dunia. Semua ini dibangun atas dasar kesedaran wahyu tentang kewajiban menegakkan Khilafah dan syariah Islam yang disertai diperkokoh oleh keperluan umat Islam untuk memiliki kekuatan politik real yang nyata. Apalagi Allah Swt. telah menjamin kemenangan bagi kaum Muslim dan Rasul saw. pun telah menjanjikan akan kembalinya Khilafah 'ala Minhaj an-Nubuwwah.
Optimisme kemenangan umat Islam pun semakin membesar.
Pertama: Di tengah-tengah kaum Muslim kesedaran untuk kembali ke Islam semakin kuat. Di sudut yang lain, krisis kepercayaan kepada penguasa dan sistem sekular semakin memuncak. Pusat Studi Strategi Universitas Yordania, dalam publikasinya berdasarkan survey yang berjudul, "Revisiting the Arab Street", menyimpulkan bahwa ada keinginan yang kuat dari masyarakat Timur Tengah untuk hidup diatur oleh syariah Islam di bawah naungan Khilafah. Survey juga mendapati bahwa di Yordania, Palestina, dan Mesir, 2/3 responden mengatakan syariah Islam harus manjadi satu-satunya sumber hukum bagi negara.
Kedua: AS dengan sistem Kapitalismenya sedang di ambang kehancuran. Kegagalan kebijakan politik luar negeri AS di Iraq juga menjadi indikator penting. Secara kesimpulannya, Henry Kissinger menyebut AS tidak akan menang di Irak. Suara senada dilontarkan PBB Kofi Annan.
Kegagalan pasukan AS justru membangun optimisme di kalangan umat Islam. Mereka mulai menyadari bahwa AS tidak boleh dikalahkan hanyalah mitos. Terbukti, menghadapi kelompok kecil gerilawan di Iraq saja menewaskan pasukan gergasi AS. Di Afganistan, perlawanan terhadap AS dilakukan terus tanpa henti. Tidak bisa dilupakan, kegigihan Hizbullah untuk bertahan dari serangan Israel yang didukung dengan peralatan yang canggih dan bom-bom dahsyat. Jika kelompok perlawanan yang kecil ini saja telah membuat AS dan sekutunya kelam-kabut, bagaimana kalau pasukan kaum Muslim ini berada di bawah komando Khalifah yang menyatukan 1,5 miliar umat Islam di seluruh penjuru dunia? Wallâhu a‘lam.
[Farid Wadjdi]