Post by khalid bin lukman on Sept 8, 2006 14:33:15 GMT -1
GHAZALI SAID: HIZBUT TAHRIR TIDAK SESAT
Rabu, 30 Agustus 2006, Komunitas Tabayyun menggelar Debat Terbuka yang menghadirkan KH Ghazali Said, MA (GS) dan wakil dari Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Debat ini dilakukan untuk mengklarifikasi sejumlah tuduhan yang dilontarkan oleh GS terhadap HTI di Harian Bangsa (HB), secara berseri selama 6 hari berturut-turut. HTI sendiri diberi hak jawab oleh HB, meski kurang proporsional. Atas desakan dan permintaan pihak HB, akhirnya HTI menyanggupi diselenggarakannya forum tersebut, meski dengan catatan bahwa GS sebagai pribadi, bukan mewakili NU, pesantren ataupun yang lain.
Pagi setengah harinya, dengan udara khas Surabaya yang panas itu membuat suasana semakin panas, karena ruangan yang sempit itu dipadati peserta hingga meluber ke luar ruangan. Bahkan, semakin terasa panas karena GS juga mengerahkan massanya untuk menghadiri forum tersebut. Uraian GS pun tak pelak disambut oleh massanya dengan pekikan takbir, yang dibalas oleh GS, " usah takbirlah, terlalu mulia untuk acara seperti ini." ujarnya.
Dia pun langsung menyerang Khilafah yang menjadi kewajiban umat Islam, serta khalifah 'Utsmaniyah, "Apa yang dilakukan oleh khalifah 'Ustmaniyah ketika kita dijajah 350 tahun? Mereka tidak melakukan apa-apa." ujarnya.
Karena itu, menurutnya, nation state merupakan keniscayaan yang harus diterima oleh umat. Padahal, Khilafah 'Utsmaniyahlah yang membantu rakyat Indonesia mengusir Portugis dan melindungi jamaah haji asal Indonesia yang hendak menunaikan haji ke tanah suci.
Sementara HTI, yang diwakili KH Shiddiq al-Jawi (SJ) mengingatkan, agar semua pihak bersikap adil dalam memberikan penilain, sehingga kebencian mereka kepada pihak lain tetap tidak akan membuat mereka tidak adil kepada yang lain. SJ juga menyatakan, bahwa dirinya tidak bisa mewakili khilafah atau khalifah, sehingga bisa membelanya ketika dihujat. Karena itu, menurutnya, agar proporsional dan rasional, maka konsep harus dibandingkan dengan konsep, bukan dengan fakta.
Nation state, katanya, adalah fakta, sementara Khilafah kini tinggal konsep, maka keduanya tidak bisa dibandingkan. Dia menambahkan, "Kalau banyak orang yang menolak khilafah, apakah kemudian menjadi tidak wajib? Sama, kalau semua orang menolak shalat, apakah mengerjakan shalat menjadi tidak wajib?" tanyanya, "Ya, tentu tidak. Jadi, kewajiban mendirikan khilafah dan shalat itu, nggak bisa dinilai dengan fakta orang yang mengerjakannya." jawabnya. "Semua imam mazhab empat sepakat, bahwa mendirikan khilafah (imamah) itu wajib.
Dan, tidak boleh dalam satu masa ada dua imam." Jadi, menurutnya, "Kalau ada yang menyatakan tidak wajib, itu imamnya siapa?" selorohnya, yang kemudian dijawab oleh peserta, "Imam Ghazali Said." SJ pun melayangkan tantangan, "Bawakan kepada saya kitab apa yang mengatakan, bahwa mendirikan khilafah tidak wajib."
Dengan gayanya yang arogan GS menjawab, "Wah ini nantang. Kitabe akeh rek. Yo, kakehen nek digowo rene (Kitabnya banyak, kawan. Ya, terlalu banyak kalau dibawa ke sini)." GS juga membantah, kalau khilafah itu dinyatakan oleh wahyu. Menurutnya, persoalan seperti ini bukan wilayah istidlali (cara menarik kesimpulan dengan dalil), melainkan istiqra'i (induksi), yang katanya lazim dalam masalah sosial-keagamaan. "Istidlali itu hanya berlaku untuk kasus ubudiyah saja." katanya. Dia mengklaim, bahwa inilah cara berfikir NU.
Buktinya, KH Hasyim Asy'ari mengeluarkan fatwa jihad untuk melawan agresi Belanda II, yang katanya, untuk membela nation state. Padahal, konteksnya jelas untuk membela darah, kehormatan dan harta termasuk tanah air yang dinodai oleh kaum Kafir. Memang itu ada diperintahkan oleh Nabi untuk mempertahankan hak kaum Muslim, bukan karena membela nation state. Dalam kesempatan lain, KH Makruf Amien, pemikir dan peletak dasar manhaj Nahdhiyyah (metode berfikir NU) yang ditemui di Hotel Safari (6/9/2006) menyatakan, "Istidlali itu bukan hanya untuk kasus ubudiyah saja." ujarnya, menjelaskan.
Masih dengan gayanya yang arogan, GS mengatakan, "Di Palestina, Yordania, Libanon, Mesir, dll. HT itu diharamkan." ujarnya, "Maka, saya heran di negeri asalnya nggak laku, kog di sini pengikutnya banyak." imbuhnya.
Padahal seminggu sebelumnya (22/08/06), di Palestina (Ramalah dan al-Khalil) ratusan ribu aktivis dan simpatisan HT berujuk rasa menuntut berdirinya khilafah, bahkan media-media massa nasional dan internasional sampai mengatakan, "Mungkin, khilafah akan diproklamirkan minggu depan." mengomentari massifnya tuntutan kaum Muslim di sana. Subhanallah. Demikian juga di Lebanon, beberapa bulan sebelumnya, HT telah mendapatkan izin resmi dari Departemen Dalam Negeri sebagai partai resmi di sana. "Wah, kasihan Ghazali Said, mengklaim jadi pakar gerakan Islam, informasinya kog tidak akurat." ujar seorang teman, yang menyaksikan acara tersebut.
Hanya yang perlu dicatat, GS akhirnya mengakui bahwa, "HT itu tidak sesat." katanya.
Lho, kalau begitu mengapa diributkan, pak kiyai? "Katakanlah khilafah utopis dan HT itu gila, mengapa omongan orang gila kog diributkan?" tanya KH Shiddiq, "orang Kafir saja percaya, bahkan mereka memprediksi khilafah bakal berdiri tahun 2020, orang Islamnya sendiri malah tidak percaya, kan aneh."
Katanya dengan nada heran. Forum pun diakhiri dengan baik, saling bersalaman dan berpelukan, seolah sebelumnya tidak terjadi apa-apa.
(Kantor Humas DPD I Jatim)
Lihat Foto di:
gooku1.fotopages.com/?entry=917920&back=http://gooku1.fotopages.com/
Rabu, 30 Agustus 2006, Komunitas Tabayyun menggelar Debat Terbuka yang menghadirkan KH Ghazali Said, MA (GS) dan wakil dari Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Debat ini dilakukan untuk mengklarifikasi sejumlah tuduhan yang dilontarkan oleh GS terhadap HTI di Harian Bangsa (HB), secara berseri selama 6 hari berturut-turut. HTI sendiri diberi hak jawab oleh HB, meski kurang proporsional. Atas desakan dan permintaan pihak HB, akhirnya HTI menyanggupi diselenggarakannya forum tersebut, meski dengan catatan bahwa GS sebagai pribadi, bukan mewakili NU, pesantren ataupun yang lain.
Pagi setengah harinya, dengan udara khas Surabaya yang panas itu membuat suasana semakin panas, karena ruangan yang sempit itu dipadati peserta hingga meluber ke luar ruangan. Bahkan, semakin terasa panas karena GS juga mengerahkan massanya untuk menghadiri forum tersebut. Uraian GS pun tak pelak disambut oleh massanya dengan pekikan takbir, yang dibalas oleh GS, " usah takbirlah, terlalu mulia untuk acara seperti ini." ujarnya.
Dia pun langsung menyerang Khilafah yang menjadi kewajiban umat Islam, serta khalifah 'Utsmaniyah, "Apa yang dilakukan oleh khalifah 'Ustmaniyah ketika kita dijajah 350 tahun? Mereka tidak melakukan apa-apa." ujarnya.
Karena itu, menurutnya, nation state merupakan keniscayaan yang harus diterima oleh umat. Padahal, Khilafah 'Utsmaniyahlah yang membantu rakyat Indonesia mengusir Portugis dan melindungi jamaah haji asal Indonesia yang hendak menunaikan haji ke tanah suci.
Sementara HTI, yang diwakili KH Shiddiq al-Jawi (SJ) mengingatkan, agar semua pihak bersikap adil dalam memberikan penilain, sehingga kebencian mereka kepada pihak lain tetap tidak akan membuat mereka tidak adil kepada yang lain. SJ juga menyatakan, bahwa dirinya tidak bisa mewakili khilafah atau khalifah, sehingga bisa membelanya ketika dihujat. Karena itu, menurutnya, agar proporsional dan rasional, maka konsep harus dibandingkan dengan konsep, bukan dengan fakta.
Nation state, katanya, adalah fakta, sementara Khilafah kini tinggal konsep, maka keduanya tidak bisa dibandingkan. Dia menambahkan, "Kalau banyak orang yang menolak khilafah, apakah kemudian menjadi tidak wajib? Sama, kalau semua orang menolak shalat, apakah mengerjakan shalat menjadi tidak wajib?" tanyanya, "Ya, tentu tidak. Jadi, kewajiban mendirikan khilafah dan shalat itu, nggak bisa dinilai dengan fakta orang yang mengerjakannya." jawabnya. "Semua imam mazhab empat sepakat, bahwa mendirikan khilafah (imamah) itu wajib.
Dan, tidak boleh dalam satu masa ada dua imam." Jadi, menurutnya, "Kalau ada yang menyatakan tidak wajib, itu imamnya siapa?" selorohnya, yang kemudian dijawab oleh peserta, "Imam Ghazali Said." SJ pun melayangkan tantangan, "Bawakan kepada saya kitab apa yang mengatakan, bahwa mendirikan khilafah tidak wajib."
Dengan gayanya yang arogan GS menjawab, "Wah ini nantang. Kitabe akeh rek. Yo, kakehen nek digowo rene (Kitabnya banyak, kawan. Ya, terlalu banyak kalau dibawa ke sini)." GS juga membantah, kalau khilafah itu dinyatakan oleh wahyu. Menurutnya, persoalan seperti ini bukan wilayah istidlali (cara menarik kesimpulan dengan dalil), melainkan istiqra'i (induksi), yang katanya lazim dalam masalah sosial-keagamaan. "Istidlali itu hanya berlaku untuk kasus ubudiyah saja." katanya. Dia mengklaim, bahwa inilah cara berfikir NU.
Buktinya, KH Hasyim Asy'ari mengeluarkan fatwa jihad untuk melawan agresi Belanda II, yang katanya, untuk membela nation state. Padahal, konteksnya jelas untuk membela darah, kehormatan dan harta termasuk tanah air yang dinodai oleh kaum Kafir. Memang itu ada diperintahkan oleh Nabi untuk mempertahankan hak kaum Muslim, bukan karena membela nation state. Dalam kesempatan lain, KH Makruf Amien, pemikir dan peletak dasar manhaj Nahdhiyyah (metode berfikir NU) yang ditemui di Hotel Safari (6/9/2006) menyatakan, "Istidlali itu bukan hanya untuk kasus ubudiyah saja." ujarnya, menjelaskan.
Masih dengan gayanya yang arogan, GS mengatakan, "Di Palestina, Yordania, Libanon, Mesir, dll. HT itu diharamkan." ujarnya, "Maka, saya heran di negeri asalnya nggak laku, kog di sini pengikutnya banyak." imbuhnya.
Padahal seminggu sebelumnya (22/08/06), di Palestina (Ramalah dan al-Khalil) ratusan ribu aktivis dan simpatisan HT berujuk rasa menuntut berdirinya khilafah, bahkan media-media massa nasional dan internasional sampai mengatakan, "Mungkin, khilafah akan diproklamirkan minggu depan." mengomentari massifnya tuntutan kaum Muslim di sana. Subhanallah. Demikian juga di Lebanon, beberapa bulan sebelumnya, HT telah mendapatkan izin resmi dari Departemen Dalam Negeri sebagai partai resmi di sana. "Wah, kasihan Ghazali Said, mengklaim jadi pakar gerakan Islam, informasinya kog tidak akurat." ujar seorang teman, yang menyaksikan acara tersebut.
Hanya yang perlu dicatat, GS akhirnya mengakui bahwa, "HT itu tidak sesat." katanya.
Lho, kalau begitu mengapa diributkan, pak kiyai? "Katakanlah khilafah utopis dan HT itu gila, mengapa omongan orang gila kog diributkan?" tanya KH Shiddiq, "orang Kafir saja percaya, bahkan mereka memprediksi khilafah bakal berdiri tahun 2020, orang Islamnya sendiri malah tidak percaya, kan aneh."
Katanya dengan nada heran. Forum pun diakhiri dengan baik, saling bersalaman dan berpelukan, seolah sebelumnya tidak terjadi apa-apa.
(Kantor Humas DPD I Jatim)
Lihat Foto di:
gooku1.fotopages.com/?entry=917920&back=http://gooku1.fotopages.com/